Rabu, 20 Juli 2011

Minggu Pagi di Victoria Park


Jenis Film : Drama
Produser : Sabrang Mowo Damar Panuluh, Dewi Umaya Rachman
Produksi : Pic[k]lock Production
Pemain : Lola Amaria, Titi Sjuman, Donny Alamsyah, Imelda Soraya, Permatasari Harahap
Sutradara : Lola Amaria
Penulis : Titien Wattimena  
“TKI tersebar di 30 negara menyumbang pemasukan bagi Negara total di tahun 2009 US $ 6.615.718.900,56”

“Jumlah TKI yang bekerja di luar negeri sekita 8.739.046. Jika masing-masing menanggung 5 orang anggota keluarganya di kampung halaman makan lebih dari 4ojuta jiwa peduduk Indonesia menggantungkan nasibnya pada mereka, Setara dengan 5 kali penduduk Jakarta”

“97,25 TKI di luar negeri adalah perempuan, Jika separuhnya adalah ibu rumah tangga yang memiliki  2 orang anak, maka ada sekitar 8,5juta anak Indonesia yang tidak merasakan dekapan ibunya”

“Lebih dari 4,2 juta keluarga yang menggantungkan hidupnya pada anak perempuan ataupun istrinya yang bekerja sebagai Tenaga kerja di luar negeri”

“66% tenaga kerja Indonesia di luar negeri bekerjja di sector informal, nyaris semuanya adaah perempun yang bekerja sebagai PRT”


Minggu Pagi di Victoria Park adalah sebuah film yang  mengangkat cerita para "Pejuang Devisa" yang dikemas berbeda tanpa memperlihatkan kekejaman-kekejaman para majikan seperti Kisah "Pejuang Devisa" yang sering ada di berita-berita. Film ini diproduksi sekitar tahun 2010 kemarin, dan baru tadi malam saya bisa menyaksikannya langsung lewat DVD saya. Film ini sendiri disutradarai langsung oleh pemain utamanya Lola Amaria, dengan naskah yang dibuat oleh Titi Watimena.

Film ini bercerita tentang perjuangan seorang kakak untuk mencari adiknya di negeri orang karena disuruh oleh sang bapak. Adalah mayang (lola amaria), sang kakak yang terpaksa berangkat ke hongkong setelah didaftarkan oleh bapaknya sendiri untuk menjadi TKW sekaligus mencari adiknya yang sudah setahun belakangan menghilang dan tidak ada kabar. 

Mayang yang sebelumnya hanya seorang pekerja sawah dan seolah dianak tirikan oleh bapaknya, sukardi, ini terpaksa meninggalkan kampung halaman dan ibunya, lastri. Mayang selalu dibedakan ataupun merasa berbeda dari adiknya, sekar (Titi s tjuman) yang selalu disayang sama bapaknya, dimanja, bahkan selalu menjadi pusat perhatian untuk anak laki-laki di kampung. Dari kecil sekar sudah menjadi anak emas, sampai besarpun itu tidak berubah. Bahkan semenjak dia bekerja sebagai TKW, dia tambah disayang oleh bapaknya. Dipuji dan disanjung terus, karena setia bulanya sering mengrimkan uang, bahkan berkat gajinya sebagai TKW, bapaknya bisa kredit motor, beli sawah, dan membangun rumah.

Lain halnya dengan mayang, yang seolah tak dianggap dan tak disayang. Tak jarang bapaknya selalu membanding-bandingkannya dengan adiknya, bahkan sampai adiknya sudah di hongkongpun, bapaknya selalu menjatuhkannya di depan tetangga.

Penuh dengan ketidak tahuan dan rasa ketakutan ia belajar dan bekerja sekaligus bertahan hidup di keluarga dan Negara yanag sangat asing baginya dengan tujuan menemukan dan membawa pulang adiknya sertamenunjunkkan ke bapaknya bahwa ia juga mampu kasih uang untuk keluarga.

Namun, apa yang dia dapat disana justru sebaliknya. Adiknya yang selama ini dibangga-banggakan oleh bapaknya ternyata hanyalah seorang TKW yang tidak berhasil. Dia bahkan jadi orang  yang dicari dan tidak bisa keluar dari hongkong karena terlilit utang dimana-mana. Bahkan di salah satu tempat peminjaman uang, utangnya sangat besar, yakni 15.000 dolar hongkong. Bahkan sekar rela melakukan apa saja untuk mendapatkan uang, dari menjadi gading penghibur, pembantu di warung, mengurusi orang tua jompo sampai menjadi pelacur. Mayang tidak menyangka adiknya jadi hancur kayak begitu, untung ada temannya, Sari (Imelda Soraya) yang selalu membantu dan menghiburnya.

Beberapa waktu berjalan, konflik terjadi antar beberapa tokoh dan dalam beberapa kehidupan dari tokoh-tokoh yang ada di film ini. Sampai akhirnya mayang memiliki kekasih, Vincent (Donny Alamsyah). Vincent yang kemudian membantu pencarian sekar. Berbekal info dari para TKW, dan bantuan dari Bapaknya TKW, Gandhi (Donny Damara), sekarpun berhasil ditemukan. Namun sekar ditemukan dalam keadaan menyedihkan, dimana dia mencoba membunuh dirinya dengan mengiris urat nadi pergelangan tangannya.  Untungnya, mayang berhasil  memaksa adiknya untuk melepaskan gunting dan berjanji akan menolongnya.

Oh iya, mas Gandhi adalah pengurus TKW-TKW di hongkong, dia bideri julukan sebagai bapaknya para TKW karena dialah yag mengurus apabila anak-anaknya (TKW-TKW) ada yang bermasalah. Dia sangat menyayangi TKW dan selalu berusaha membuat prara TKW betah dalam bekerja sampai akhirnya di ketemu dengan sekar dan timbulah konflik.

Mungkin Minggu Pagi di Victoria Park akan dinilai sebagai sebuah film yang hanya mampu bercerita sebagian kecil mengenai kehidupan para TKW Indonesia di luar negeri, khususnya Hong Kong. Tentu saja, masih banyak kehidupan TKW Indonesia yang lebih menderita daripada kehidupan yang dialami baik Mayang maupun Sekar. Beberapa kelemahan masih tampak di beberapa bagian. Walau begitu, secara keseluruhan, Minggu Pagi di Victoria Park adalah sebuah film dengan kualitas yang amat langka ditemukan di negara ini dalam beberapa tahun terakhir.

Sedikit tambahan, Minggu Pagi di Victoria Park berhasil menggugah perasaan saya mengenai arti dari sebuah perjuangan itu sendiri, dan dari film ini saya berhasil menemukan arti sedih dan bahagia. Terkadang kita menganggap bahwa diri kita ini yang paling menyedihkan dan punya banyak masalah, namun kenyataannya diluar sana masih jauh lebih banyak yang menyedihkan atau mendertita dan memiliki banyak masalah. Kita hanya larut dalam kesedihan dan keterpurukan, bukannya berjuang dan menata semua kembali dari awal. Satu hal lain yang saya dapatkan, bahwa meskipun bioskop-bioskop sekarang di penuhi film-film yang tidak masuk diakal tapi pasti akan ada satu film diantaranya yang bermutu. Minggu Pagi di Victoria Park contohnya. Lola berhasil membuat Minggu Pagi di Victoria Park menjadi sebuah tayangan drama yang sangat efektif dan mengesankan.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar