Sabtu, 16 April 2011

Putu Cangkir yang TERLUPAKAN





"Putu, Putu, beli Putu cangkirnya. . ."
Hampir tiap pagi ketika masih kecil, saya sering mendengar suara-suara seperti diatas!

Kira-kira masih ada tidak yah yang mengingat Kue ini ?
Kue yang katanya adalah kue khas Bugis dari Kota Makassar ini terbuat dari campuran tepung ketan, gula merah dan kelapa parut kemudian dibentuk menggunakan cangkir dengan memanfaatkan uap air mendidih. . Rasanya legit di lidah. Dan makanan ini sungguh membuatku kecanduan sejak kanak-kanak.

Di saat sekarang seperti ini, sudah sangat sulit untuk menemukan Kue yang bentuknya cangkir ini. Entah apa yang membuatnya menjadi langka, dan susah untuk didapat. Padahal di jaman saya kanak-kanak, sangat gampang untuk menjumpainya. Di pinggir jalan misalnya,biasanya seorang ibu-ibu yang terkesan berumur dengan membawa sebuah bakul yang berisi penganan berwarna cokelat dengan bentuk cangkir itulah yang menjual Kue tersebut.

Putu cangkir pun telah mendekati kepunahan. Meski cara membuatnya sederhana, namun tak semua generasi mampu membuatnya. Terbukti dengan saya yang selama seminggu kemarin tiba-tiba ingin memakan Kue ini, setiap pagi dan sore saya selalu singgah di pasar dekat tempat saya tinggal. Tapi, tidak ada satupun tanda-tanda kue tersebut ada dijajakkan. Hingga 2 hari yang lalu, ketika hendak ke kampus namun di tengah jalan turun hujan saya berteduh di pinggir jalan di bawah pohon yang agak rindang. Tak jauh dari pohon tersebut saya melihat ada seorang ibu-ibu yang berjualan di depan rumah tua, berhubung saya lapar saya menghampirinya dan betapa senangnya saya ketika melihat kalau dia menjual Kue yang selama seminggu ini saya cari, Putu Cangkir.

Tanpa berpikir panjang, saya langsung membeli dan melahapnya. Tak kurang dari 6 potong Putu yang saya habiskan. Putu Cangkir ini adalah satu dari sekian banyak kue tradisional yang hampir punah keberadaannya, masih banyak lagi kue tradisional lainnya yang terlupakan, dan masih banyak lagi Kue-kue Tradisional yang saya rindukan. Rindu untuk memakannya. . .
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar